UTAMAUTAMAUTAMAUTAMAUTAMAUTAMAUTAMAUTAMAUTAMAUTAMA

29 Desember 1999


 

bulletcoklat.GIF (1033 bytes)
Selama ini pendidikan arsitektur selalu dipahami dalam konteks pendidikan formal khususnya yang terlembagakan dalam sistem pendidikan tinggi. Ketika produk-produk perguruan tinggi ternyata belum mampu menjawab kebutuhan-kebutuhan dari fenomena sosial yang terjadi dalam masyarakat, sistem pendidikan arsitektur kembali dipertanyakan kemampuannya dalam "membumikan" ilmunya ke dalam bahasa kebutuhan masyarakat. -red.

bulletcoklat.GIF (1033 bytes)

|home|back|

 

Otonomi Perguruan Tinggi

 

Inovasi dan terobosan baru dalam dunia pendidikan ini nampaknya akan semakin diperkukuh seiring dengan adanya pemberian otonomi bagi beberapa perguruan tinggi terkemuka di Indonesia. Otonomi kampus diharapkan tidak hanya mencakup aspek administratif dan pendanaan akan tetapi juga sampai pada tahap pemberian kebebasan bagi setiap perguruan tinggi untuk menentukan sendiri kurikulum yang akan dipakai masing-masing ataupun kapasitas jumlah mahasiswa terdidik yang akan dicetaknya.

 

 

 

Adanya kesenjangan antara jumlah produk perguruan tinggi dengan ketersediaan lapangan kerja merupakan sebuah permasalahan utama yang harus segera diselesaikan oleh pihak perguruan tinggi dengan pemerintah. Kebutuhan akan adanya suatu jaringan yang kuat antara pihak perguruan tinggi dengan berbagai pihak menuntut kesiapan manajemen pengelolaan dari pihak perguruan tinggi.

Untuk itu, kran-kran kerjasama dengan berbagai pihak dalam rangka mewujudkan adanya kontinuitas untuk pembangunan pendidikan masyarakat dan tercapainya keharmonisan gerak antara lingkup akademis dengan lingkup masyarakat luas haruslah dibuka seluas-luasnya. Di sisi lain, adanya pemberian kebebasan untuk menjalin hubungan kerjasama antar berbagai pihak perlu untuk tetap menjaga konsistensi dari independensi sebuah universitas sebagai sebuah lembaga yang obyektif dan ilmiah.

Antisipasi dari proses pendidikan arsitektur dalam rangka menyikapi hal ini salah satunya adalah dengan mencoba menjalin hubungan profesional dengan pihak masyarakat, LSM dan pemerintah yang dapat dijadikan agenda khusus dengan memberikan kemudahan bagi tiap mahasiswa untuk mengaksesnya. Dengan ini program otonomi kampus diharapkan mampu memberi peluang-peluang baru yang dapat menjembatani kesenjangan yang selama ini timbul antara teori dan praktik.

Memang masih banyak celah dalam pendidikan arsitektur yang masih belum tergarap dan masih membutuhkan banyak pembahasan, diskusi dan perdebatan di kemudian hari untuk merumuskan esensinya. Yang seringkali terlupakan dalam pendidikan formal arsitektur sekarang ini adalah penanaman nilai-nilai moral kemanusiaan. Nilai yang mengenalkan kita pada realita kehidupan masyarakat sekaligus yang akan membantu membawa kita -arsitek atau calon arsitek- kembali ke 'bumi'. (tim - bowo, hari, poen)

< HOME >