UTAMAUTAMAUTAMAUTAMAUTAMAUTAMAUTAMAUTAMAUTAMAUTAMA
29 Desember 1999l | ||
Selama ini pendidikan arsitektur selalu dipahami dalam konteks pendidikan formal khususnya yang terlembagakan dalam sistem pendidikan tinggi. Ketika produk-produk perguruan tinggi ternyata belum mampu menjawab kebutuhan-kebutuhan dari fenomena sosial yang terjadi dalam masyarakat, sistem pendidikan arsitektur kembali dipertanyakan kemampuannya dalam "membumikan" ilmunya ke dalam bahasa kebutuhan masyarakat. -red. |
||
Metode Pendekatan
|
Penerapan metode pendekatan yang kurang sesuai
seringkali memberi dampak negatif bagi proses pendidikan arsitektur. Metode pengajaran
yang seringkali diwujudkan dalam sistem perkuliahan di kelas dianggap kurang begitu
efektif dan kurang mempunyai relevansi langsung dengan kondisi riil di lapangan.
Terobosan-terobosan baru dalam metode pengajaran perlu untuk diperhatikan secara lebih
serius.
|
Metode perkuliahan di kelas dianggap
seringkali memunculkan jarak antara dosen-mahasiswa. "Idealisme saya, mahasiswa dan
pendidik seharusnya merupakan suatu partner kerja di mana kedudukannya sama
sehingga tidak ada jarak pemisah. Hanya yang membedakan, pendidik terlebih dahulu mencapai
gelar sarjana daripada mahasiswa. Sehingga ada suatu hubungan timbal balik di mana
mahasiswa dan pendidik sama-sama belajar dengan pengalamannya
masing-masing," tutur Dayu, mahasiswa Arsitektur Universitas Atma Jaya Yogyakarta
(UAJY) angkatan 96.
|
UGM sendiri, sekarang ini tengah berusaha
untuk mengembangkan beberapa mata kuliah pilihan yang dianggap lebih dapat mendekatkan
mahasiswa pada dunia nyata di luar lingkup akademis. Ikaputra sebagai salah
seorang pencetus gagasan ini mengatakan, "Saya saat ini sedang berusaha mengembangkan
melalui mata kuliah pilihan, sebagai contoh adalah melalui mata kuliah Media Pro, di mana
cara pengajaran tidak satu arah melainkan melalui pembicaraan topik (dialog), visualisasi,
diskusi dan pemahaman. Bahkan sebelumnya topik yang akan dibahas dipilih sendiri oleh
mahasiswa." Boleh jadi, upaya yang tengah dilakukan UGM ini perlu kita tanggapi secara positif sebagai salah satu terobosan dalam pendidikan formal arsitektur yang selama ini kering akan inovasi-inovasi dan pembaharuan-pembaharuan. Harapannya, keinginan-keinginan mahasiswa seperti yang dicoba diwakili oleh Zeti Budiati, mahasiswa arsitektur UGM angkatan 97 yang berharap bahwa tugas-tugas yang diberikan dalam perkuliahan hendaknya dapat membuat mahasiswa untuk dapat menerapkan ilmunya di lingkungan dalam rangka pembangunan masyarakat. "Agar yang diterapkan bukan hanya sekedar teori," tekannya. |